A. Pendahuluan.
Hukum Islam adalah ajaran yang sangat lengkap. Tidak ada satupun
aspek kehidupan manusia yang tidak tersentuh oleh hukum Islam, termasuk
kaitannya dengan hubungan antara suami dan isteri.
Ketika seorang isteri sedang dalam masa menyusui, payudara akan
mengeluarkan ASI sesuai dengan tingkat kesuburan wanita. Bagi wanita yang
sihat, air susu ibu tentu akan melimpah bahkan terkadang ketika sedang
berhubungan dengan suaminya (jimak), ASI akan keluar jika
dihisap atau diramas oleh suami.
B. Permasalahan.
Lalu bagaimana hukumnya jika suami minum air susu isteri, sedangkan
dalam Fiqh kita ketahui adanya konsep radha’ah, iaitu ketika seorang
bayi sudah pernah menyusui kepada seorang wanita, maka
wanita tersebut dan juga anaknya menjadi mahram (wanita yang haram
dinikahi)?
C. Pendapat Para Ulama.
Dibolehkan bagi suami untuk menghisap puting istrinya. Bahkan hal ini
dianjurkan, jika dalam rangka memenuhi keperluan biologi sang isteri.
Sebagaimana pihak lelaki juga menginginkan agar istrinya memenuhikeperluan biologi dirinya.
- Madzhab Hanafiah berselisih pendapat. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang menghukumi makruh.
Dalam Al-Fatawa al-Hindiyah (5/356) disebutkan, “Tentang hukum minum
susu wanita, untuk laki-laki yang sudah baligh tanpa ada kebutuhan
mendesak, termasuk perkara yang diperselisihkan ulama belakangan.”
Dalam Fathul Qadir (3/446) disebutkan pertanyaan dan jawaban, “Bolehkah
menyusu setelah dewasa? Ada yang mengatakan tidak boleh. Kerana susu
termasuk bagian dari tubuh manusia, sehingga tidak boleh dimanfaatkan,
kecuali jika terdapat keperluan yang mendesak.”
- Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin mengatakan: “Menyusui
orang dewasa tidak memberi kesan apapun, karena menyusui seseorang yang
menyebabkan adanya hubungan persusuan adalah menyusui sebanyak lima
kali atau lebih dan dilakukan di masa anak itu belum usia tertentu.
Adapun menyusui orang dewasa tidak memberikan kesan apapun. Oleh karena
itu, andaikan ada suami yang minum susu isterinya, maka si suami ini
tidak kemudian menjadi anak sepersusuannya.”
D. Analisis dan Kesimpulan.
Dalam konsep radha’ah sebagaimana di nyatakan di atas,
bayi yang disusui boleh menjadi mahram (haram dinikahi) bagi yang
menyusui dan juga anak-anaknya. Namun, hanya terbatas pada manusia yang
sudah berumur 2 tahun tahun hijriyah.
Allah Berfirman dalam QS. An-Nisa, ayat (23):
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu yang menyusui kamu.
Tidak akan disebut ibu kecuali kalau yang menyusu masih kecil atau
bayi. Batasan kecil disini adalah dua tahun hijrah. Adapun dasarnya
adalah firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah, ayat (233):
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan.
Namun menurut saya, untuk lebih hati-hati adalah sebaiknya suami tidak minum susu isteri dengan sengaja. Alasannya:
- Para ulama berselisih mengenai hal ini. Sedangkan dalam kaedah fiqhiyyah disebutkan: Al-khuruuj minal khilaf mustahabbun. Keluar dari perselisihan ulama itu lebih baik. Karena tidak ada manfaatnya atau keperluan mendesak suami meminum air susu isterinya.
- Perbuatan ini bertentangan fitrah manusia. Karena yang menyusui itu adalah bayi dan bukanlah suami yang sudah tidak bayi lagi.
Tapi jika menyangkut hukumnya, sebagaimana dinyatakan di atas, suami
yang pernah minum susu istrinya, tidaklah menyebabkan dirinya menjadi
anak persusuan bagi isterinya. wa Allahu a’lam..
Sumber: hukum-islam.net